Manfaat Ikan Lele bagi Balita
Ikan lele memiliki kandungan dari
nutrisi yang tinggi, sekitar 20% atau lebih dari nilai gizi harian yang
dianjurkan untuk dikonsumsi berdasarkan Departemen Pertanian Amerika Serikat
(USDA).
Ketika dimasak (panas kering), ikan
lele mengandung 0,333 gram omega-3 asam lemak, berasal dari EPA (0.1g),
DHA (0.137g), dan ALA (0.096g), per 100 gram ikan lele. Ketika dimasak (panas
kering), lele mampu menghasilkan 0,259 gram omega-3 asam lemak, berasal dari
EPA (0.049g), DHA (0,128), dan ALA (0.082g), per 100 gram ikan lele mengacu
pada sumber ikhtiar gizi : http://www.mothernature.com/Library
Ahli nutrisi gizi Dr. Achmad Subagio
dari Universitas Jember mengemukakan bahwa ikan lele memiliki kandungan gizi
yang setara dengan daging sapi apabila dikonsumsi dalam jumlah tertentu.
Setelah bergelut sekitar 2 tahun, doktor lulusan Jepang itu baru bisa menemukan
daging alternatif pengganti daging sapi. Hanya mengandalkan ikan Lele seberat
2,5 kilogram, Dr. Achmad Subagio berhasil membuat daging alternatif seberat 1
kilogram.
Selain itu, menurut Dr. Achmad
Subagio mengklaim bahwa daging Lele dapat merangsang perkembangan otak anak.
“Kandungan gizi daging Lele sangat tinggi, banyak mengandung vitamin A,”
ujarnya. Daging ikan lele mengandung poli asam lemak tidak jenuh (PUFA)
yang terdiri dari omega-3 dan omega-6. PUFA tidak disintesa tubuh, sehingga
harus diperoleh dari makanan. Lemak ikan dapat menurunkan LDL (Low Density
Lipid) kolesterol dalam plasma darah,
Selain itu, kandungan lemaknya jauh
lebih rendah dibandingkan daging sapi atau daging ayam. Daging ikan lele hanya
mengandung lemak 2 gram saja. Ini jauh lebih rendah di bandingkan sapi (14
gram) dan ayam (25 gram). Sehingga, daging ikan lele lebih sehat untuk
dikonsumsi masyarakat.
Prof. Dr. Made Astawan seorang ahli
teknologi pangan dan gizi memaparkan bahwa ikan lele mengandung protein dengan
kadar lisin dan leusin lebih tinggi dibanding daging sapi. Leusin sangat
diperlukan untuk pertumbuhan anak-anak dan menjaga kesetimbangan nitrogen pada
orang dewasa.
Leusin juga berguna untuk perombakan
dan pembentukan protein otot. Sementara lisin sangat dibutuhkan tubuh untuk membantu
proses pertumbuhan. Asam amino lisin menjadi kerangka bagi niasin dan sering
dilibatkan dalam pengobatan penyakit herpes.
Masih menurut Prof. Dr. Made
Astawan,dilihat dari komposisi gizinya ikan lele juga kaya fosfor. Nilai fosfor
pada ikan lele lebih tinggi daripada nilai fosfor pada telur yang hanya 100 mg.
Peran mineral fosfor menempati urutan kedua setelah kalsium.
Di dalam tubuh, fosfor yang
berbentuk kristal kalsium fosfat, 80 persen berada pada tulang dan gigi. Fungsi
utamanya sebagai pemberi energi dan kekuatan untuk metabolisme lemak dan pati,
sebagai penunjang kesehatan gigi dan gusi, untuk sintesis DNA serta penyerapan
dan pemakaian kalsium.
Kebutuhan fosfor bagi ibu hamil
tentu lebih banyak dibanding saat-saat tidak mengandung karena ibu hamil butuh
fosfor lebih banyak untuk tulang janinnya. Jika asupan fosfor kurang, janin
akan mengambilnya dari tulang sang ibu. Ini salah satu penyebab penyakit tulang
keropos pada ibu. Kebutuhan fosfor akan terpenuhi apabila konsumsi protein juga
diperhatikan.
Dilihat dari perbandingan kalium dan
natrium yang mencapai 24,5:1, ikan lele dapat digolongkan sebagai makanan sehat
untuk jantung dan pembuluh darah. Makanan tergolong makanan sehat untuk jantung
dan pembuluh darah bila mengandung rasio kalium terhadap natrium minimal 5:1.
Kalium diketahui bermanfaat untuk
mengendalikan tekanan darah, terapi darah tinggi, serta membersihkan
karbondioksida di dalam darah. Kalium juga bermanfaat untuk memicu kerja otot
dan simpul saraf. Kalium yang tinggi juga akan memperlancar pengiriman oksigen
ke otak dan membantu memperlancar keseimbangan cairan tubuh.
Bunda
Qifie
(Sumber
: www.lelenusantara.com)
Penyakit Ikan dan Obat
Herbal
Penyebab penyakit ikan
golongan parasit
Penyakit ikan golongan
parasit dibagi menjadi penyakit yang
disebabkan oleh protozoa, helminthes (cacing), dan crustacea (udang-udangan). Parasit protozoa yang
dilaporkan menyerang ikan air tawar
antara lain meliputi Costia, Chilodonella, Trichodina, Ichthyophthirius multifiliis, Myxobolus dan
Myxosoma cerebralis. Penyakit yang
disebabkan oleh parasit cacing dapat dibagi menjadi 3 (tiga) kelompok besar yaitu Platyhelminthes,
Nematoda, dan Acanthocephala. Di
Indonesia dikenal antara lain 2 genus dari kelas Trematoda yang banyak ditemukan menyerang
ikan air tawar yaitu Dactylogyrus dan
Gyrodactylus. Walaupun masih ada jenis-jenis lain namun kedua jenis cacing tersebut di atas yang
paling sering ditemukan pada ikan.
Penyebab penyakit ikan
golongan jamur
Beberapa jenis penyakit
jamur yang termasuk berbahaya untuk ikan antara
lain adalah Aphanomyces, Branchiomyces, dan Ichthyophonus. Jamur
yang paling sering ditemukan pada ikan air
tawar adalah Saprolegnia sp. dan Achlya
sp.
Penyebab penyakit ikan
golongan bakteri
Beberapa jenis penyebab
penyakit ikan golongan bakteri yang sering
menimbulkan kerugian dalam usaha budidaya ikan antara lain meliputi Aeromonas hydrophila, Aeromonas salmonicida,
Mycobacterium spp, Nocardia sp.,
Edwardsiella tarda, Edwardsiella ictaluri, Streptococcus spp., Pasteurella sp, Yersinia ruckeri, Pseudomonas
sp. dan Streptomyces sp.
Penyebab penyakit ikan
golongan virus
Beberapa jenis virus
diketahui dapat menyerang ikan-ikan budidaya dan menimbulkan permasalahan yang serius antara
lain Channel Catfish Virus Disease
(CCVD), Spring Viraemia of Carp (SVC), Infectious Pancreatic Necrosis (IPN), Lymphocystis Disease (LD),
Infectious Hematophoietic Necrosis
(IHN), Viral Nervous Necrosis (VNN) dan Koi Herpes Virus (KHV).
PENCEGAHAN PENYAKIT
IKAN
Pada prinsipnya
pencegahan dapat ditinjau berbagai pendekatan lingkungan, inang dan pathogen.
Pendekatan lingkungan
dilakukan dengan menjaga kualitas air supaya
tetap mendukung bagi kehidupan ikan, menjaga wadah budidaya tetap
bersih dan sehat dan menghindari
pengggantian air yang mendadak sehingga tidak
menyebabkan ikan menjadi stress. Selain itu penggunaan probiotik/bioremediasi kini sudah banyak
dilaksanakan.
Pendekatan inang
dilakukan dengan cara penanganan ikan yang
baik/tidak kasar, sehingga tidak mengakibatkan ikan menjadi
luka/lecet dan tidak stress, pengaturan
kepadatan ikan yang disesuaikan dengan
ukuran ikan dan daya dukung lahan, pemberian pakan yang tepat mutu (mengandung bahan nutrisi yang diperlukan
oleh ikan). Pakan yang diberikan harus
sesuai dengan ukuran bukaan mulut ikan (tepat ukuran). Selain itu pemberian pakan harus tepat waktu
pemberian artinya kapan waktu yang tepat
untuk memberi pakan. Misalnya untuk ikan yang sifatnya nocturnal (misalnya ikan Lele) pakan porsi
terbanyak sebaiknya diberikan pada waktu
sore atau malam hari. Sedangkan bagi ikan yang non-nocturnal maka pakan bisa diberikan pagi, siang dan
sedikit pada waktu sore hari. Guna
menjaga kesehatan ikan juga dapat dilakukan dengan menimbulkan kekebalan ikan. Kekebalan pada ikan dapat
dibedakan menjadi kekebalan yang
specific (humoral) dan kekebalan non-specific
(selular/cell-mediated immunity). Kekebalan spesifik artinya
kekebalan yang dibentuk hanya efektif
untuk mencegah terhadap suatu patogen
tertentu. Misalnya pemberian vaksin anti Vibrio pada ikan maka kekebalan yang terbentuk hanya mampu untuk mencegah
penyakit akibat infeksi bakteri Vibrio
sp. Sedang kekebalan yang non-spesific adalah kekebalan yang dibentuk untuk sebagai anti dari
berbagai infeksi. Kekebalan seperti ini
biasa diproduksi dengan cara pemberian immunomodulator yaitu antara lain Vitamin C, Lypopolysaccharide
(LPS), dan ?- glucan.
Pendekatan patogen,
pada prinsipnya kita menjaga supaya virulensi
patogen tidak meningkat. Virulensi patogen biasanya berkaitan erat dengan makin memburuknya lingkungan dan juga
dengan derajat stres dari inangnya. Jadi
supaya patogen tidak meningkat patogenitasnya kita harus menjaga agar kondisi lingkungan tidak semakin
buruk dan menjaga agar inang tetap dalam
keadaan kondisi yang prima. Kondisi lingkungan yang makin buruk akan memacu perkembangan patogen
lebih meningkat.
Pada intinya, mencegah
penyakit dapat dilakukan melalui manajemen
budidaya secara menyeluruh, termasuk di dalamnya penerapan padat
tebar yang disesuaikan dengan daya
dukung lahan, melaksanakan manajemen
lingkungan dan manajemen pakan. Manajemen lingkungan yang dimaksud adalah menjaga lingkungan perairan supaya
selalu berada dalam kondisi yang
kondusif bagi kehidupan ikan dan tidak banyak menimbulkan tekanan. Pakan yang diberikan pada ikan harus tepat
mutu, tepat jumlah, tepat waktu
pemberian dan tepat ukuran.
PEMANFAATAN TANAMAN
OBAT TRADISIONAL DALAM PENGENDALIAN PENYAKIT IKAN
Salah satu alternatif
penanggulangan penyakit ikan air tawar yang aman adalah dengan menggunakan tanaman obat. Bahan
obat lain yang relatif lebih aman untuk
lingkungan dan efektif dalam mengobati penyakit ikan dapat menggunakan bermacam-macam tanaman obat
tradisional. Indonesia sebagai negara
tropis memiliki kekayaan tanaman yang berpotensi menjadi obat. Banyak jenis tanaman yang mengandung
senyawa yang bersifat antimikroba.
Sejumlah tanaman mengandung senyawa bersifat bakterisidal (pembunuh bakteri), dan bakteristatik
(penghambat pertumbuhan bakteri). Dari
beberapa percobaan, fitofarmaka terbukti efektif mengatasi penyakit ikan air tawar dan memiliki beberapa
keuntungan, seperti : Pertama, dapat
menjadi bahan alami pengganti antibiotik untuk pengendali penyakit yang disebabkan bakteri. Kedua, ramah
terhadap lingkungan, mudah
hancur/terurai, dan tidak menyebabkan residu pada ikan dan manusia. Ketiga, mudah diperoleh dan tersedia cukup
banyak, keempat harganya ekonomis dan
cukup murah.
Fitofarmaka yang dapat
dijadikan pengganti antibiotik untuk mengatasi
penyakit ikan air tawar adalah bawang putih (Allium sativum), dan
daun ketapang (Termmalia cattapa). Hasil
penelitian lainnya menginformasikan
bahan lain yang dijadikan bahan antibiotik adalah daun sirih (Piper betle L), daun jambu biji (Psidium guajava
L), jombang (Taraxacum officinale) dan
daun sambiloto (Androgaphis paniculata). Daun sirih diketahui berdaya antioksidasi, antiseptik,
bakterisida, dan fungisida. Tanaman
sambiloto bersifat anti bakteri, sedangkan daun jambu biji selain bersifat anti bakteri juga bersifat anti
viral.
Jenis Tanaman Dosis
Perlakuan Peruntukan/Khasiat
1 Meniran
5000 mg/l
Rendam (5 jam)
Anti. Aeromonas
hydrophila
2 Kipahit
10.000 mg/l
Rendam (3 jam)
Anti. Mycobacteriosis
3 Daun semboja
600-700mg/l
Rendam
Anti Aeromonas
hydrophila
4 Sambiloto 200-300
mg/l
Rendam (lama)
Anti Aeromonas
hydrophila
400 mg/l Rendam (lama)
Meringankan KHV
Penelitian dengan
tujuan untuk mendapatkan informasi tentang potensi ekstrak daun kipahit (Picrasma javanica)
dalam penanggulangan penyakit
“mycobacteriosis” pada ikan Gurame telah dilakukan di Laboratorium penyakit ikan Balai Riset Perikanan Budidaya
Air Tawar, Bogor. Ekstrak daun kipahit
secara invitro pada berbagai dosis diuji efektifitasnya terhadap bakteri Mycobacterium fortuitum.
LC50 bakteri Mycobacterium fortuitum dan
toksisitas ektrak daun juga diuji terhadap ikan uji. Kegunaan ekstrak daun juga diuji bagi
pengobatan ikan Gurame yang telah
diinfeksi oleh bakteri Mycobacterium fortuitum pada level 108
cfu/ml. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa ekstrak daun kipahit pada level
konsentrasi 10.000 mg/l dapat menghambat pertumbuhan bakteri uji, sedangkan perendaman ikan uji yang terinfeksi
bakteri dengan dosis yang sama dengan
lama perendaman 3 jam dapat digunakan untuk pengobatan penyakit Mycobacteriosis.
Penggunaan bahan-bahan
alami digunakan untuk pengendalian jamur
antara lain dapat menggunakan kunyit, bawang putih, daun sirih,
daun pepaya dan brotowali. Bahan-bahan
ini dapat berguna untuk membasmi
penyakit jamur yang menempel pada tubuh ikan, walaupun dalam membasmi suatu penyakit dengan menggunakan bahan-bahan
alami memiliki waktu yang lama. Kemudian
dari ke-5 bahan-bahan alami yang dapat menyembuhkan penyakit jamur pada ikan yaitu bawang putih.
Sumber lain menyampaikan informasi
adanya manfaat dari tanaman alami untuk obat seperti :
Jenis Tanaman Dosis Peruntukan/Khasiat
1. Bawang putih 25mg/l
Obati serangan Aeromonas hydrophila pada ikan patin
2. Daun sirih 2gr/60ml
Obati serangan Aeromonas hydrophila pada ikan lele
3. Daun jambu biji
0,2gr/60ml Obati serangan Aeromonas hydrophila pada ikan lele
4. Daun sambiloto
2gr/60ml Obati serangan Aeromonas hydrophila pada ikan lele
5. Daun jombang dan
ketapang 60gr/l Obati serangan Aeromonas hydrophila pada ikan patin
PENUTUP
Penggunaan tumbuhan
obat tradisional dalam pencegahan dan pengobatan penyakit ikan memiliki kelebihan antara lain
mudah diperoleh, murah, efektif untuk
mencegah dan mengobati penyakit ikan, dan relatif aman bagi ikan, lingkungan, dan manusia yang
mengonsumsinya (konsumer). Selain itu,
kelebihan lainnya adalah tidak menimbulkan resistensi pada patogen.
Pengkondisian (Persiapan) Kolam
Pembesaran
Untuk kolam
beton yang baru saja dibuat, pastinya masih "bau semen" dan
mengandung racun-racun yang terlebih dahulu harus dibuang. Caranya :
Isi kolam
dengan ketinggian air sesuai peruntukan, misal 50 - 60 cm.
Rendam kolam
tersebut dengan sabut kelapa sebanyak 5-10 buah ditambah 1-2 batang pohon
pisang.
Perendaman
dilakukan selama 7 hari berturut-turut, setelahnya air dibuang.
Untuk kolam
terpal juga sebaiknya dicuci bersih dan dilakukan perendaman selama beberapa
hari, sekaligus untuk memastikan kolam tidak ada yang bocor.
PENGONDISIAN
AIR KOLAM DENGAN CARA PENGOMPOSAN
Setelah
pembuangan racun tersebut, barulah masuk ke tahap sesungguhnya yaitu
pengkondisian air kolam. Caranya :
Isi kolam
dengan ketinggian air sesuai peruntukan, misal 50-60 cm.
Rendam kolam
dengan kompos kotoran kambing. Dosisnya adalah 1.5kg / m2. Misal bila luas
kolam 10m2, maka yang dibutuhkan adalah 15kg kotoran kambing. Kotoran kambing
tersebut dimasukkan dalam karung kemudian diikat rapat agar tidak tercecer.
Kotoran kambing itu juga bisa dibagi menjadi 2 atau 3 bagian karung supaya
penyebarannya lebih merata ke seluruh bagian kolam.
PENTING :
kotoran kambing harus merupakan kotoran baru dari kandang, bukan yang sudah
dalam kemasan plastikan yang dijual di tukang pupuk tanaman karena
dikhawatirkan sudah dicampur dengan zat kimia pupuk.
Tuangkan
probiotik sebanyak 2-4 tutup botol ke seluruh kolam.
Lakukan
perendaman (pengomposan) selama 8 hari berturut-turut, kemudian angkat kompos.
AZOLLA OH AZOLLA
Azolla si Pupuk Hidup. Oleh : Ratna M. Noer.
Azolla adalah nama tumbuhan paku-pakuan akuatik yang mengapung di permukaan air. Tumbuhan ini bersimbiosis dengan Anabaena azollae, alga biru hijau (Cyanobacteria) dan Azolla sebagai inangnya atau rumah bagi alga. Alga hidup di rongga yang ada di sisi permukaan bawah daun Azolla. Dalam hubungan saling menguntungkan ini, Anabaena bertugas memfiksasi dan mengasimilasi gas nitrogen dari atmosfer. Nitrogen ini selanjutnya digunakan oleh Azolla untuk membentuk protein. Sedangkan tugas Azolla menyediakan karbon serta lingkungan yang ‘nyaman’ bagi pertumbuhan dan perkembangan alga. Hubungan simbiotik yang unik inilah yang membuat Azolla menjadi tumbuhan yang menakjubkan dengan kualitas nutrisi yang baik. Azolla memiliki beberapa spesies, antara lain Azolla caroliniana, Azolla filiculoides, Azolla mexicana, Azolla microphylla, Azolla nilotica, Azolla pinnata var. pinnata, Azolla pinnata var. imbricata, Azolla rubra. Azolla sangat kaya akan protein, asam amino esensial, vitamin (vitamin A, vitamin B12 dan Beta- Carotene), mineral seperti kalsium, fosfor, kalium, zat besi, dan magnesium. Berdasarkan berat keringnya, mengandung 25 – 35% protein, 10 – 15% mineral dan 7 – 10% asam amino, senyawa bioaktif dan biopolymer.
Sementara kandungan karbohidrat dan lemak Azolla sangat rendah. Komposisi nutrisinya membuat Azolla sangat efisien dan efektif sebagai pakan ikan, ternak, dan unggas. Ternak dengan mudah dapat mencernanya, karena kandungan protein yang tinggi dan lignin yang rendah. Percobaan pada hewan ternak penghasil susu, jika pakan dicampur dengan 1.5 – 2 kg Azolla per hari menyebabkan peningkatan produksi susu sebanyak 15%. Peningkatan kuantitas susu tidak saja karena kandungan gizi Azolla saja, sehingga diasumsikan bukan hanya nutrien, tetapi juga ada peningkatan komponen lain seperti karotenoid, biopolymer, probiotik yang ikut meningkatkan produksi susu. Memberi pakan unggas dengan Azolla meningkatkan berat ayam broiler dan meningkatkan produksi telur.
Pada tahun 2002 International Journal of Poultry Science, Bangladesh mencobakan jumlah kandungan Azolla dalam ransum ayam broiler sebanyak 5%, 10%, 15%. Dalam jumlah 5%, sebenarnya ayam tumbuh lebih baik dibanding pakan biasa. Pada 10% dan 15% berat badan hampir sama dengan yang diberi pakan biasa, tetapi lemak di perut unggas agak berkurang. Azolla juga dapat dijadikan pakan untuk biri-biri, kambing, babi, dan kelinci.
Di Cina, budidaya Azolla bersama dengan padi dan ikan meningkatkan produksi beras sebanyak 20% dan ikan sebanyak 30%.Azolla juga sangat mudah dibudidayakan dan sangat ideal sebagai pupuk hayati (biofertilizer) atau pupuk hijau untuk padi sawah. Permasalahan lahan di sawah adalah bahan organik tanah dan nitrogen seringkali terbatas jumlahnya, sehingga dibutuhkan sumber nitrogen alternatif sebagai suplemen pupuk kimia (sintetis). Salah satu sumber N alternatif yang cocok untuk padi sawah adalah Azolla. Azolla sudah berabad-abad digunakan di Cina, Vietnam dan Filipina sebagai sumber N bagi padi sawah.Suatu penelitian internasional di mana Indonesia (Batan) ikut terlibat, menghasilkan temuan bahwa Azolla yang bersimbiosis dengan Anabaena azollae dapat memfiksasi N2-udara sebanyak 70 – 90%. N2 yang ‘ditambang’ oleh Anabaena dan terakumulasi dalam sel daun Azolla ini yang digunakan sebagai sumber N bagi padi sawah. Laju pertumbuhan Azolla dalam sehari 0,355 – 0,390 gram (di laboratorium) dan 0,144 – 0,860 gram per hari (di lapang).
Pada umumnya biomassa Azolla maksimum tercapai setelah 14 –28 hari setelah inokulasi. Dari hasil penelitian Batan diketahui bahwa dengan menginokulasikan 200 g Azolla segar per m2 maka setelah 3 minggu, Azolla akan menutupi seluruh permukaan lahan tempat Azolla ditumbuhkan. Dalam kondisi tersebut, dapat dihasilkan 30 – 45 kg N/ha yang setara dengan 100 kg urea, yang notabene adalah pupuk kimia !! Lapisan Azolla di atas permukaan lahan sawah dapat menghemat penggunaan urea sebesar 50 kg urea/ha, kadangkala bila musim sangat baik Azolla dapat menghemat sampai dengan 100 kg urea/ha. Azolla tumbuh dan berkembang lebih baik pada musim penghujan daripada musim kemarau.Wow…betapa alam dapat memberikan sesuatu yang lebih dibanding yang dapat dilakukan oleh manusia.
Nah, jika kita punya kolam atau tangki besar yang tidak terpakai seperti bath tub yang sudah tidak digunakan lagi, sementara kita punya hewan ternak atau hewan peliharaan lain, pikirkanlah untuk ‘beternak’ Azolla. Sekali saja butuh modal untuk membeli, selanjutnya akan tumbuh dan berkembang dengan cepat. Jika tidak punya ternak, tidak salah juga menumbuhkan azolla di kolam atau di pot tanaman kita yang kita beri air. Azolla seperti super sponge, dapat mengambil dan menyimpan air. Azolla juga menjaga tanah tidak ‘terganggu’ saat kita menyiram tanaman dalam pot. Bagaimana cara memperbanyak Azolla ?Dari hasil browsing, kira-kira seperti ini: Buatlah stok Azolla dengan bak plastik atau di kolam yang tidak ada ikannya. Semprot stok setiap 3 bulan sekali dengan pupuk P (satu sendok makan SP-36 per liter air). Sebaiknya Sp-36 digerus halus agar mudah larut dalam air. Stok ini digunakan untuk bibit yang akan ditanam di lapang. Lalu bagaimana cara menggunakan Azolla ?
Setelah bibit Azolla tumbuh dengan baik, tebar Azolla bersamaan atau satu minggu sebelum padi di bibitkan. Setelah lahan penuh dengan Azolla, lahan dibajak agar Azolla terbenam. Selanjutnya dilakukan penaman padi dan Azolla yang tidak terbenam dibiarkan tumbuh. Azolla yang tumbuh di permukaan ini dapat mengambil N yang hanyut dan menguap, selain dapat pula menahan pertumbuhan gulma yang menjadi pesaing padi. Adapun pembiakan Azolla di kolam bisa dilakukan dengan mempersiapkan lahan tanam persis seperti pengolahan tanah untuk bertanam padi. Bedanya ketebalan tanah kolam dari dasar setidaknya antara 7-10 cm, lalu diberi pupuk dasar N,P dan K, di genangi dengan air dan jangan dibiarkan kering. Bila strain azolla didapat dari lapang jangan di tanam di kolam besar yang terkena sinar matahari langsung. Sebaiknya di adaptasikan dulu di kolam kecil untuk diadaptasikan dengan lingkungan yang baru. Lalu baru ditransplantasikan ke kolam induk.
Seorang petani di Kyushu, Jepang T. Furuno berusaha keras tidak menggunakan pestisida untuk menanam padi. Pekerjaan paling sulit adalah menghilangkan gulma, yang akhirnya memunculkan ide menanam padi digabungkan dengan ternak bebek. Bebek ternyata efektif menunaikan tugas mengendalikan gulma dengan cara mengganggu permukaan tanah. Untuk menyediakan nitrogen, azolla ditumbuhkan dalam sistem ini. Azolla memberikan nitrogen bagi padi dan protein bagi bebek yang bertugas menekan pertumbuhan gulma. Di lain pihak kontribusi bebek bagi azolla adalah memberantas serangga penyerang azolla dan karena bebek selalu bergerak, menyebabkan azolla tumbuh menyebar di luasan perairan tersebut. Ekskreta (kotoran) bebek menjadi suplai fosfor bagi azolla. Akhirnya sekarang kultur padi-bebek (rice-duck-azolla system) diadopsi dan sudah umum diterapkan untuk persawahan padi organik.
International Rice Research Institute (IRRI) di Filipina dan Universite Catholique de Louvain di Belgia telah menyimpan koleksi plasma nutfah azolla hidup. Hingga tahun 1997 koleksi telah mencapai sebanyak 562 aksesi yang meliputi semua species yang dikoleksi dari seluruh dunia. Koleksi dipelihara dalam bentuk kultur ujung tunas (shoot-tip agar cultures), yang ditransfer setiap 3-6 bulan. Di antara koleksi tersebut terdapat jenis yang unik yang tidak dapat diperoleh dari habitat alami karena (i) diperoleh dengan persilangan seksual (79 aksesi), (ii) Anabaena-free, hidup bebas tanpa simbiosis dengan Anabaena (20 aksesi), (iii) azolla yang bersimbiosis dengan alga hijau biru heterologous (6 aksesi), dan mutant (16 aksesi). Untuk mencegah hilangnya aksesi hampir semua azolla koleksi IRRI dibuat duplikatnya di Azolla Research Center, Fujian Academy of Agricultural Science (Fuzhou, Fujian, China).
Bergantung dari sisi mana kita melihatnya, di beberapa wilayah di negara lain yang suhunya lebih hangat, Azolla dianggap sebagai pengganggu. Jika azolla tidak mati maka akan membentuk lapisan tebal seperti selimut atau hamparan permadani yang menutupi permukaan air sehingga menjadi pesaing tumbuhan air yang tumbuh diperairan yang sama. Namun kondisi ini juga dapat menempatkan peran azolla sebagai pengendali larva nyamuk (larvicide) di sawah. Lapisan tebal azolla mengurangi laju difusi oksigen dari udara ke dalam air sehingga membuat larva nyamuk kekurangan oksigen dan tidak sempat menjadi nyamuk dewasa. Mungkin hal ini yang menyebabkan Azolla disebut sebagai paku nyamuk (mosquito fern) selain sebagai paku air (water fern)Sumber : http://green.kompasiana.com/penghijauan/2011/01/26/azolla-si-pupuk-hidup/
Penetasan Cyste Artemia
Penetasan Cyste Artemia
Penetasan kista Artemia adalah suatu proses inkubasi kista Artemia di media penetasan (air laut ataupun air laut buatan) sampai menetas. Proses penetasan terdiri dari beberapa tahapan yang membutuhkan waktu sekitar 18-24 jam.
a. Proses penyerapan air
b. Pemecahan dinding cyste oleh embrio
c. Embrio terlihat jelas masih diselimuti membran
d. Menetas dimana nauplius berenang bebas
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menetaskan cyste Artemia adalah:
•Suhu
•Kadar garam
•Kepadatan cyste
•Cahaya
•Aerasi
Agar diperoleh hasil penetasan yang baik maka oksigen terlarut di dalam air harus lebih dari 5 ppm. Untuk mencapai nilai tersebut dapat dilakukan dengan pengaerasian yang kuat. Disamping untuk meningkatkan oksigen, pengaerasian juga berguna agar cyste yang sedang ditetaskan tidak mengendap. Suhu sangat mempengaruhi lamanya waktu penetasan dan suhu optimal untuk penetasan Artemia adalah 26-29º C. Pada suhu dibawah 25º C Artemia akan membutuhkan waktu yang lebih lama untuk menetas dan pada suhu diatas 33º C dapat menyebabkan kematian cyste. Kadar 12 garam optimal untuk penetasan adalah antara 5 – 35 ppt, namun untuk keperluan praktis biasanya digunakan air laut (kadar garam antara 25–35 ppt). Nilai pH air harus dipertahankan pada nilai 8 agar diperoleh penetasan yang optimal. Adapun iluminasi pada saat penetasan sebaiknya 2000 lux.
Hal lain yang menentukan derajat penetasan cyste adalah kepadatan cyste yang akan ditetaskan. Pada penetasan skala kecil (volume < 20l) kepadatan cyste dapat mencapai 5 g per liter air. Akan tetapi pada skala yang lebih besar agar diperoleh daya tetas yang baik maka kepadatan harus diturunkan menjadi 2 g per liter air. Artemia akan menetas setelah 18-24 jam. Artemia yang sudah menetas dapat diketahui secara sederhana yakni dengan melihat perubahan warna di media penetasan. Artemia yang belum menetas pada umumnya berwarna cokelat muda, akan tetapi setelah menetas warna media berubah menjadi oranye. Warna oranye belum menjamin Artemia sudah menetas sempurna, oleh karena itu untuk meyakinkan bahwa Artemia sudah menetas secara sempurna disamping melihat perubahan warna juga dengan mengambil contoh Artemia dengan menggunakan beaker glass. Jika seluruh nauplius Artemia sudah berenang bebas maka itu menunjukkan penetasan selesai. Akan tetapi jika masih banyak yang terbungkus membran, maka harus ditunggu 1-2 jam agar semua Artemia menetas secara sempurna.
Kista menetas menjadi Artemia stadia nauplius. Setelah menetas sempurna, secara visual dapat terlihat terjadinya perubahan warna dari coklat muda menjadi oranye. Hal yang penting yang perlu diperhatikan dalam pemanenan nauplius Artemia adalah jangan sampai tercampur antara Artemia dan cangkang. Hal ini perlu dihindari mengingat cangkang Artemia tersebut mengandung bahan organik yang dapat menjadi substrat perkembangbiakan bakteri. Setelah 18 jam dimasukandalam bak penetasan maka pengecekan apakah Artemia dalam wadah penetasan sudah menetas atau belum. Pengecekan dilakukan dengan cara mematikan aerasi. Sesaat setelah aerasi dimatikan, jika secara kasat mata keseluruhan nauplius sudah berenang bebas maka pemanenan dapat dilakukan dan aerasi tetap dimatikan. Jika sebagian besar nauplius masih terbungkus membran dan belum berenang bebas maka aerasi dihidupkan kembali. Selanjutnya 1 atau 2 jam kemudian dilakukan pengecekan ulang.
Langkah awal pemanenan Artemia yaitu dengan mematikan aerasi serta menutup bagian atas wadah dengan bahan yang tidak tembus cahaya. Hal ini dilakukan dengan tujuan memisahkan antara nauplius dan cangkang Artemia. Cangkang Artemia akan mengambangdan berkumpul di permukaan air. Nauplius Artemia akan berenang menuju ke arah cahaya. Karena bagian bawah wadah tranparan dan ditembus cahaya maka nauplius Artemia akan berkumpul di dasar wadah penetasan. Oleh karena itu pada saat pemanenan nauplius, sebaiknya bagian dasar wadah disinari lampu dari arah samping. Selain nauplius, didasar wadah juga akan terkumpul kista yang tidak menetas. Aerasi tetapdimatikan selama 10 menit. Setelah semua cangkang berkumpul di atas permukaan air dan terpisah dengan nauplius yang berada di dasar wadah maka pemanenan dapat dilakukan dengan cara membuka kran pada dasar wadah (jika ada) atau dengan cara menyipon dasar. Sebelum kran dibuka atau disipon, ujung kran atau selang kecil dibungkus saringan yang berukuran 125 mikron dan dibawah saringan disimpan wadah agar nauplius Artemia tetap berada dalam media air. Pada saat pemanenan hindarilah terbawanya cangkang. Artemia yang tersaring kemudian dibilas dengan air laut bersih dan siap diberikan ke larva ikan atau udang. Selanjutnya air dan cangkang yang tersisa di wadah penetasan dibuang dan dibersihkan.
Penetasan Cyste Artemia
Penetasan kista Artemia adalah suatu proses inkubasi kista Artemia di media penetasan (air laut ataupun air laut buatan) sampai menetas. Proses penetasan terdiri dari beberapa tahapan yang membutuhkan waktu sekitar 18-24 jam.
a. Proses penyerapan air
b. Pemecahan dinding cyste oleh embrio
c. Embrio terlihat jelas masih diselimuti membran
d. Menetas dimana nauplius berenang bebas
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menetaskan cyste Artemia adalah:
•Suhu
•Kadar garam
•Kepadatan cyste
•Cahaya
•Aerasi
Agar diperoleh hasil penetasan yang baik maka oksigen terlarut di dalam air harus lebih dari 5 ppm. Untuk mencapai nilai tersebut dapat dilakukan dengan pengaerasian yang kuat. Disamping untuk meningkatkan oksigen, pengaerasian juga berguna agar cyste yang sedang ditetaskan tidak mengendap. Suhu sangat mempengaruhi lamanya waktu penetasan dan suhu optimal untuk penetasan Artemia adalah 26-29º C. Pada suhu dibawah 25º C Artemia akan membutuhkan waktu yang lebih lama untuk menetas dan pada suhu diatas 33º C dapat menyebabkan kematian cyste. Kadar 12 garam optimal untuk penetasan adalah antara 5 – 35 ppt, namun untuk keperluan praktis biasanya digunakan air laut (kadar garam antara 25–35 ppt). Nilai pH air harus dipertahankan pada nilai 8 agar diperoleh penetasan yang optimal. Adapun iluminasi pada saat penetasan sebaiknya 2000 lux.
Hal lain yang menentukan derajat penetasan cyste adalah kepadatan cyste yang akan ditetaskan. Pada penetasan skala kecil (volume < 20l) kepadatan cyste dapat mencapai 5 g per liter air. Akan tetapi pada skala yang lebih besar agar diperoleh daya tetas yang baik maka kepadatan harus diturunkan menjadi 2 g per liter air. Artemia akan menetas setelah 18-24 jam. Artemia yang sudah menetas dapat diketahui secara sederhana yakni dengan melihat perubahan warna di media penetasan. Artemia yang belum menetas pada umumnya berwarna cokelat muda, akan tetapi setelah menetas warna media berubah menjadi oranye. Warna oranye belum menjamin Artemia sudah menetas sempurna, oleh karena itu untuk meyakinkan bahwa Artemia sudah menetas secara sempurna disamping melihat perubahan warna juga dengan mengambil contoh Artemia dengan menggunakan beaker glass. Jika seluruh nauplius Artemia sudah berenang bebas maka itu menunjukkan penetasan selesai. Akan tetapi jika masih banyak yang terbungkus membran, maka harus ditunggu 1-2 jam agar semua Artemia menetas secara sempurna.
Kista menetas menjadi Artemia stadia nauplius. Setelah menetas sempurna, secara visual dapat terlihat terjadinya perubahan warna dari coklat muda menjadi oranye. Hal yang penting yang perlu diperhatikan dalam pemanenan nauplius Artemia adalah jangan sampai tercampur antara Artemia dan cangkang. Hal ini perlu dihindari mengingat cangkang Artemia tersebut mengandung bahan organik yang dapat menjadi substrat perkembangbiakan bakteri. Setelah 18 jam dimasukandalam bak penetasan maka pengecekan apakah Artemia dalam wadah penetasan sudah menetas atau belum. Pengecekan dilakukan dengan cara mematikan aerasi. Sesaat setelah aerasi dimatikan, jika secara kasat mata keseluruhan nauplius sudah berenang bebas maka pemanenan dapat dilakukan dan aerasi tetap dimatikan. Jika sebagian besar nauplius masih terbungkus membran dan belum berenang bebas maka aerasi dihidupkan kembali. Selanjutnya 1 atau 2 jam kemudian dilakukan pengecekan ulang.
Langkah awal pemanenan Artemia yaitu dengan mematikan aerasi serta menutup bagian atas wadah dengan bahan yang tidak tembus cahaya. Hal ini dilakukan dengan tujuan memisahkan antara nauplius dan cangkang Artemia. Cangkang Artemia akan mengambangdan berkumpul di permukaan air. Nauplius Artemia akan berenang menuju ke arah cahaya. Karena bagian bawah wadah tranparan dan ditembus cahaya maka nauplius Artemia akan berkumpul di dasar wadah penetasan. Oleh karena itu pada saat pemanenan nauplius, sebaiknya bagian dasar wadah disinari lampu dari arah samping. Selain nauplius, didasar wadah juga akan terkumpul kista yang tidak menetas. Aerasi tetapdimatikan selama 10 menit. Setelah semua cangkang berkumpul di atas permukaan air dan terpisah dengan nauplius yang berada di dasar wadah maka pemanenan dapat dilakukan dengan cara membuka kran pada dasar wadah (jika ada) atau dengan cara menyipon dasar. Sebelum kran dibuka atau disipon, ujung kran atau selang kecil dibungkus saringan yang berukuran 125 mikron dan dibawah saringan disimpan wadah agar nauplius Artemia tetap berada dalam media air. Pada saat pemanenan hindarilah terbawanya cangkang. Artemia yang tersaring kemudian dibilas dengan air laut bersih dan siap diberikan ke larva ikan atau udang. Selanjutnya air dan cangkang yang tersisa di wadah penetasan dibuang dan dibersihkan.